Peran Wanita dalam Keluarga


Pro kontra mengenai wanita karier terus bergulir. Banyak yang pro,tapi tak sedikit pula yang kontra. Perbedaan kultur mungkin menjadi salah satu sebab. Kultur barat menjunjung tinggi kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa ada batasan. Dampaknya para wanita disana akan bertindak sesuka hati mereka. Sementara kultur timur berpandangan bahwa wanita haruslah tinggal di rumah. jadi tak heran jika disana perniagaan pn hanya dilakuakn leh pria. Para wanitanay cukup tingal saja di rumah. Namun, yang menjadi fokus di tulisan ini bukan tentang pro dan kontra itu, tetapi bagaimana Islam memandang wanita karier karena Islam adalah agama pertengahan, yang tidak datang dari barat ataupun dari timur. pada dasarnya Islam membolehkan wanita untuk berkarir (tentunya dengan batasan dan aturan tertentu). Karier ini dimaksudkan untuk menggali potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimiliki tiap wanita ini berbeda-beda. Ada yang memiliki potensi masak, jadi dia bisa buka catering sendiri di rumahnya sehingga tidak perlu keluar rumah untuk berkarir. Namun, ada pula yang memiliki potensi mengajar sehingga perlu keluar rumah untuk berkarir. Yang perlu diingat adalah pada dasarnya ada empat syarat utama wanita boleh untuk berkarir.

Yang pertama adalah mendapat izin dari wali. Jika wanita itu belum menikah, walinya adalah orang tuanya. Dan jika wanita itu sudah menikah, walinya adalah suaminya. Izin ini merupakan syarat mutlak diperbolehkannya wanita keluar rumah untuk berkarir. Namun, ada kondisi-kondisi yang menyebabkan tanpa izin suami wanita dapat berkarir. Misalnya kondisi dimana suami tidak dapat mencari nafkah untuk keluarganya. Dalam kondisi demikian, wanita boleh saja keluar untuk bekerja. Bahkan tanpa perlu izin dari suaminya. Alasannya wanita tersebut harus menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya sementara suaminya benar-benar tidak dapat lagi memberi nafkah. Hal ini berbeda jika suami masih dapat memberi nafkah, hanya nafkah yang diberikan itu kurang mencukupi kebutuhan keluarga sehingga peran istri dibutuhkan untuk menambah income keluarga. Dalam kondisi demikian memang dibutuhkan nego antara suami dan istri apakah sang istri diperbolehkan untuk bekerja atau tidak.
Ada bagian yang menurutku menarik yang disampaikan ibu ini. Beliau pada dasarnya mendukung jika wanita sebaiknya berkarir, alasan beliau adalah agar wanita tersebut bisa menggunakan penghasilan yang dimilikinya sesuai kehendaknya. Maksud dari sesuai kehendak disini tentunya dalam arti wajar, misalnya memberi orang tuanya, menyedekahkan penghasilannya, dan sebagainya. Dalam penggunaan harta yang diperoleh dari penghasilannya sendiri, wanita tidak perlu meminta izin suami dulu. Hal ini tentu berbeda jika harta yang dimiliki istri adalah pemberian suami. Penggunaannya harus mendapat izin suami dan bergantung pada akad antara suami dan istri mengenai penggunaan harta tersebut. Apakah harta yang diberikan suami untuk istri itu boleh digunakan untuk apa saja atau hanya untuk hal-hal tertentu saja. Contohnya, seorang suami memberikan penghasilan kepada istrinya sekian juta rupiah tiap bulan. Si suami bilang ke istri, uang itu hanya boleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu berarti si istri tidak boleh menggunakan uang tersebut diluar pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jadi untuk memberi kepada orang tua sendiri pun harus izin dulu kepada suami.
Syarat yang kedua adalah berpakaian sopan. Pakaian sopan yang paling sopan bagi muslimah tentunya adalah pakaian yang menutup Aurat secara benar.
Ada cerita menarik, kisah nyata yang dialami ibu. Suatu saat beliau naik taxi, di dalam taxi sopirnya bertanya pada ibu itu, sejak kapan beliau mengenakan jilbab. Beliau pun menjawab bahwa beliau mengenakan jilbab sejak lulus SMA. Sopir itu pun bertanya lag, apakah ibu itu seorang muslim. Dengan terkejutnya ibu itu pun menjawab apa maksud pertanyaan sang sopir. Sopir taxi itu pun kemudian bercerita bahwa sebelumnya ada penumpang wanita yang berjilbab. Sopir itu bertanya pula kepada penumpang itu sejak kapan wanita itu berjilbab. Wanita itu menjawab dia memang berjilbab, tapi dia bukan muslim. Dia memang memakai jilbab jika bepergian karena merasa nyaman dengan jilbabnya itu. Dia mengakui sejak mengenakan jilbab dia merasa aman dan tidak diganggu orang lagi. Ada satu pernyataan wanita itu yang sangat jujur, "sayang ya, tidak banyak wanita muslim yang mengetahuinya" (maksudnya mengetahui bahwa berjilbab itu nyaman).

Syarat yang ketiga adalah tidak ber-khalwat. Ber-khalwat maksudnya berdua-duaan dengan lawan jenis di ruangan tertutup sehingga patut untuk dicurigai terjadi ”sesuatu" diantara mereka. Contohnya berduaan di ruang rapat dengan kondisi pintu ruang rapat itu tertutup. Namun tidak bisa dipungkiri, kadang kita tidak bisa menghindari kondisi-kondisi dimana sebenarnya kita tidak menghendaki khalwat itu terjadi. Contohnya rapat lagi ni, orang-orang pesrta rapat yang lain belum datang dan di ruang itu hanya ada kita dan seorang pria sehingga kita harus menunggu peserta rapat lain datang di ruang itu. Dalam kondisi seperti itu, ya diakalin aja. Pintu ruang rapatnya dibuka (jangan ditutup) sehingga tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.

Sebenarnya kenapa hingga ber-khalwat ini tidak diperbolehkan adalah karena ada hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berdua-duaan, maka yang ketiganya adalah setan. Setan dengan segala tipu dayanya ini menyerang manusia dari segala arah, menipu manusia sehingga meihat seseorang yang di depannya terlihat begitu mempesona. Jadi, sebenarnya apa yang terlihat itu jadi mempesona. Disitulah letak bahaya ber-khalwat. Ada sebuah cerita dari ibu. Cerita ini adalah kisah nyata teman ibunya yang seorang pria. Suatu saat pria ini sedang berbincang dengan seorang wanita teman kerjanya. Perbincangan ini menyangkut pekerjaan mereka. Entah kenapa dalam perbincangan yag memang hanya berdua itu, tiap kali sang pria melihat kepada sang wanita , dia merasa bahwa wanita itu begitu mempesona di matanya. Semakin dia melihat wanita itu, semakin dia merasa bahwa wanita itu menarik. Dia melihat sosok wanita itu sebagai seorang yang cantik dan energik. Mulailah terjadi dualisme dalam hatinya, membandingkan wanita itu dengan istrinya di rumah. Kemudian sembari meneruskan perbincangan itu, sang pria mulai membaca doa Al-Fatihah dan Ayat Kursi. Lama-lama dia mulai merasa bahwa wanita yang di hadapannya itu semakin biasa saja. Semakin dia membaca doa, wanita di hadapannya semakin terlihat biasa, tidak ada yang lebih dari wanita itu. Justru dia merasa bahwa istrinya jauh lebih cantik dan menarik. Sejak saat itu, sang pria percaya bahwa dalam kondisi berdua-duaan dengan lawan jenis, memang yang ketiganya ada setan.

Yang keempat adalah niat. Segala sesuatu itu bergantung pada niat. Rasulullah bersabda, " Sesungguhnya semua amal (ditentukan) dengan niat. Dan setiap orang mendapatkan (dari amal perbuatannya) apa yang diniatkan,. Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul Nya. Dan barang siapa berhijrah untuk dunia yang akan didapat atau perempuan yang akan dinikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dihijrai."(HR Bukhari).
Begitu pula niat seorang wanita yang akan bekerja. Niatnya itu untuk apa. Apakah untuk mencukupi kebutuhan, untuk menggali potensi, atau hanya untuk melepaskan tanggung jawabnya di rumah. Apapun niatnya akan menimbulkan konsekuensi sendiri dan itu adalah pilihan bagi yang menjalaninya.

Sedikit tambahan dari buku Muslimah Karier, ditulis oleh Asyraf Muhammad Dawabah tentang niat. Disitu ditulis bahwa muslimah karier tidak mendapat sesuatu dari karier dan amal perbuatannya kecuali apa yang diniatkan. Ada wanita karier yang niatnya bekerja adalah untuk memberi manfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakat, atau untuk menjaga dirinya dari hal yang dilarang. Namun, ada juga wanita yang berkarir dengan niat mencintai kehidupan dunia atau menunjukkan reputasinya dan berjalan di belakang slogan-slogan Barat tentang emansipasi. Kedua niat tersebut secara lahiriah adalah sama, tetapi secara susbtansi adalah berbeda. Niat yang pertama amal perbuatan wanita tersebut dapat menjadi sempurna dengan sambutan yang luas, sebab ketaatan dan pendekatan dirinya kepada Allah SWT. Dan pekerjaannya itu akan bernilai ibadah dan jihad di sisi Allah serta berhak mendapat pahala di dunia dan akhirat. Sedangkan untuk niat yang kedua yang disusupi motif duniawi, amal perbuatannya menjadi sia-sia. Jangankan mendapat pahala di akhirat, pahala di dunia pun tak dapat.

Itu tadi keempat syarat wanita diperbilehkan berkarir. Namun, ada poin penting yang juga harus dipahami setiap wanita yang berkarir, yaitu profesionalitas dan proporsionalitas. Ini berhubungan dengan kodratnya wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga. Yang dimaksud profesionalitas disini disini adalah wanita karir harus professional, professional ketika di kantor dan professional ketika di rumah. Ketika di kantor dia adalah karyawati, maka professional lah ketika ada dikantor. Ketika di rumah, dia adalah istri dan ibu, maka harus professional juga menjalani profesi itu. Kemudian proporsionalitas ini juga harus diperhatikan. Membagi waktu antara karir dan keluarga dengan proporsi yang tepat. Jangan sampai lah membawa pekerjaan ke rumah. Karena di rumah adalah waktu untuk keluarga.

Semoga para wanita tidak salah menanggapi arti dari wanita karir dan emansipasi.


di ambil inti sari dari
http://annisaningrum.blogspot.com

Related Posts

1 Response to "Peran Wanita dalam Keluarga"

  1. Amin..
    an agak tersinggung sedikit akh..
    yah, mudah2an ant posting ini bukan karena statement an..
    'afwan....

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel